Berlibur ke Hainan, Pulau Paling Selatan Negeri Tiongkok-Last Day

Hari terakhir di Hainan! Hari terakhir ini aku dan rombongan akan mengunjungi desa suku Li dan Miao, salah satu suku minoritas di negeri Tiongkok sebelum berangkat ke Bandara untuk kembali ke Indonesia.

Li and Miao Minority Village

Sebelum berangkat, kami berkemas dan check out dari penginapan kami. Menandakan bahwa hari ini adalah hari terakhir kami berada di Hainan. Segera setelah semua anggota rombongan selesai berkemas dan naik ke bus, kendaraan panjang yang sudah membawa kami keliling Hainan selama 3 hari segera bertolak menuju destinasi tempat wisata kami yang terakhir di Hainan yaitu Desa Minoritas suku Li dan Miao.

Pintu Masuk Desa Suku Li dan Miao

Sesampainya disana, kami segera menuju pintu masuk Desa Suku Li dan Miao. Suku Li dan Miao ini sendiri merupakan salah satu suku minoritas di Cina yang sudah berumur ribuan tahun. Desa ini sendiri merupakan tempat tinggal kedua suku tersebut dimana mereke dan kebudayaan mereka dilestarikan hingga kini. Sebelum masuk ke dalam desa, pengunjung akan di hadang oleh sekelompok ibu-ibu suku Li dan Miao. Ibu-ibu ini akan meminta kita untuk menyanyikan sebuah lagu bersama-sama secara lantang, jika dinilai suara nyanyian kita kurang lantang, maka mereka tidak akan membiarkan kita masuk. Aku dan rombongan bernyanyi sebanyak 2 kali hingga akhirnya kami diperbolehkan masuk.

Gerbang masuk desa, disinilah kita harus bernyanyi agar diperbolehkan masuk.

Sesudah masuk desa, kita akan melewati satu pintu ini, disini kita wajib berfoto sambil dijewer kedua telinga oleh dua orang wanita suku Li dan Miao, hal ini adalah sebagai penanda bahwa wanita adalah penguasa rumah di desa tersebut. Tradisi masuk desa ini sendiri juga dilestarikan dan jadi salah satu daya tarik di desa tersebut.

Pintu masuk Desa, disinilah kita akan difoto sambil dijewer telinganya.

Masuk ke dalam desa, kita bisa melihat berbagai kebudayaan yang masih dilestarikan hingga kini. Suku Li dan Miao sendiri terkenal dengan hasil kerajinan tangan berupa kain tenun dan perabotan dari perak. Di desa ini kita juga dapat melihat proses pembuatan kain tenun dan kerajinan tangan perak itu sendiri. Hasil kerajinan tangan ini juga diperjualbelikan untuk dapat dibawa kembali ke negara asal sebagai buah tangan, harganya juga cukup bervariasi dari yang ratusan ribu hingga jutaan jika di konversi ke rupiah. Selain itu, mereka juga menjual hasil bumi berupa makanan yang juga diperjual belikan.

Hal yang menarik perhatian adalah, di desa ini banyak sekali dinding-dinding hiasan dengan motif atau ornamen yang mirip dengan yang kutemui di Sumba. Salah satu contohnya adalah yang ditemui pertama kali jika masuk desa.

Salah satu dari sekian banyak hiasan di desa tersebut. Motif ukirannya seperti ukiran di Sumba.

Kemudian, salah satu hiburan disana juga adalah lomba untuk memikat hati wanita suku Li dan Miao. Caranya adalah dengan memanggil wanita tersebut dengan sekencang mungkin di depan rumahnya. Yang menang kemudian akan berfoto dengan sang wanita, diajak masuk ke rumah dan juga mendapat cap berbentuk bibir di pipi. Eits, tapi tenang saja, tidak menikah betulan kok, ini hanya salah satu cara menjelaskan budaya disana, pria yang bersuara lantang di suku Li dan Miao memang bisa saja memikat hati wanita disana.

Pertandingan memanggil wanita suku Li dan Miao

Selain itu, ada juga pertunjukan musik tradisional oleh pemusik suku Li dan Miao yang bisa kita nikmati selama kita berada di dalam desa. Kita juga boleh duduk bersebelahan dengan pemusiknya dan berfoto.

Musik Tradisional Suku Li dan Miao

Oh ya, kalau tidak salah ingat, wanita suku Li dan Miao ini sendiri memiliki cara yang unik dan ekstrim untuk memastikan bahwa suaminya tetap setia. Diceritakan disana, jika sang suami pergi jauh dari rumah, sang suami harus kembali sebelum 7 hari kepergiannya, karena sebelum pergi, sang suami diberikan racun pada minumannya yang konon akan membunuhnya dalam waktu 7 hari, sedangkan penawarnya dipegang oleh istrinya. Cara yang ekstrim namun nampaknya ampuh ya…Apakah istri-istri di Indonesia harus menirunya? Hehe…

Di desa ini juga terdapat banyak tulang tengkorak kepala kerbau yang masih lengkap dengan tanduknya, konon kalau kita mengusap tanduk dan tengkorak kepala kerbau tersebut, rejeki kita akan bagus. Boleh percaya, boleh tidak, namun itulah salah satu budaya dan kepercayaan yang masih dipegang oleh suku Li dan Miao ini.

Kumpulan Tulang Tengkorak Kerbau di Desa Suku Li dan Miao. Kabarnya membawa keberuntungan dan rejeki.

Banyak sekali kebudayaan dan tradisi suku minoritas Li dan Miao ini yang masih dilestarikan hingga kini, padahal usianya sudah ribuan tahun. Mungkin Indonesia perlu mencontoh hal ini agar tradisi dan budaya suku-suku di Indonesia yang banyak ragamnya tidak hilang ditengah kencangnya arus modernisasi ya…

Aku dan rombongan berkeliling di desa ini hingga siang hari, setelah itu, kami kembali ke bus yang akan kembali mengantar kami menuju tempat makan dan kemudian kembali ke Meilan International Airport. Perjalanan kami di Hainan berakhir sampai disini. Sampai bertemu di liburan berikutnya ya!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s