Hari ketiga rombongan saya di Bali, dari pemandangan pantai dan laut lepas di hari pertama dan kedua, berubah menjadi pemandangan Gunung Batur di daerah Kintamani…
Pada hari ketiga ini kami menuju daerah Kintamani untuk melihat pemandangan kaldera Gunung Batur dari kejauhan, namun sebelum menuju kesana, kami berhenti sebentar melihat keramaian di daerah Ubud, tepatnya di Puri Saren dan Pasar Ubud.
Puri Saren Agung (Ubud Palace)
Menyusuri jalan yang cukup sempit dan dipenuhi penginapan-penginapan untuk backpacker dan toko oleh-oleh di pinggirnya, sampailah kami ke Puri Saren, dilihat dari luar, tempatnya tidak begitu luas, namun sesudah masuk, ada area-area tertentu yang tidak bisa di masuki oleh turis. Tidak banyak yang bisa dilihat disini, karena tidak seperti tempat-tempat wisata di tulisan saya sebelumnya (baca : Berkunjung ke Pulau Dewata Bali : Destinasi Wisata yang tak Pernah Kehilangan Daya Tariknya-Day 1 dan Berkunjung ke Pulau Dewata Bali : Destinasi Wisata yang tak Pernah Kehilangan Daya Tariknya-Day 2) Puri Saren Agung terletak di tengah pemukiman sehingga tidak ada langit biru dan laut untuk dipandang.
Ketika saya memasuki area di dalamnya, kebetulan ada anak-anak yang sedang latihan menari, entah itu tari apa (mungkin visitor saya ada yang berkenan mengkoreksi saya? :D) namun sepertinya tari untuk laki-laki, karena semua yang dilatih adalah anak laki-laki (termasuk yang melatih).

Melihat anak-anak yang masih kecil ini berlatih tari, saya kagum pada mereka, karena kebanyakan anak-anak sekarang tidak mau tahu lagi soal kebudayaan daerah mereka masing-masing, baik itu musik tradisionalnya, atau tari tradisional daerah asal masing-masing. Jangankan kesenian tradisional, lagu-lagu nasional saja belum tentu hapal (Jangan sampai anak-anak muda melongo ketika diminta menyanyikan lagu Indonesia Raya, tapi langsung menyanyi ketika diminta menyanyikan lagu Despacito-nya Luis Fonsi, Daddy Yankee dan Justin Bieber).
Pasar Ubud
Beranjak dari Puri Saren Agung, kami menuju Pasar Ubud dengan berjalan kaki. Jangan bayangkan Pasar Ubud seperti pasar yang menjual kebutuhan rumah tangga dan dapur, Pasar Ubud adalah pasar seni, yang menjual barang-barang hasil kerajinan tangan yang bisa di bawa sebagai oleh-oleh.

Namun bagi anda yang berencana mendatangi Pasar Ubud dengan menggunakan mobil, bersiap-siap untuk mencari parkiran, karena tempat parkir di Pasar Ubud sangat terbatas, mungkin lebih mudah dengan menggunakan motor.

Puas melihat-lihat Pasar Ubud, saya dan rombongan langsung menuju Kintamani untuk makan siang sambil melihat Gunung Batur.
Kintamani-Memandang Gunung Batur dari Kejauhan
Jalan menuju Kintamani mengingatkan saya akan jalan menuju tempat KKN saya dulu (Kuliah Kerja Nyata ya, bukan Korupsi Kolusi Nepotisme yang hobinya orang-orang itulah :p) di daerah Samigaluh, di provinsi yang saya jadikan rumah kedua saya yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta. Jalannya menanjak dan berkelok-kelok namun disuguhi dengan pemandangan yang juga indah, udara yang berangsur-angsur dingin juga menyegarkan, sejenak membuat saya terlupa akan udara panas dan pengap di perkotaan.
Sampai di tempat makan, kami langsung menuju meja yang kosong, maklum, sudah jam makan siang dan bus-bus pariwisata sudah berdatangan, daripada tidak kebagian meja, kami langsung saja bergegas menuju meja yang kosong, foto-foto bisa menanti, toh Gunung Batur-nya diam saja kok tidak akan berpindah tempat. Oh ya, kalau memilih tempat makan di sini, pastikan tempat makannya bisa melihat pemandangan Gunung Batur ya, jadi pastikan dulu posisi gunungnya, baru cari tempat makannya, ya itu kalau anda mau berfoto seperti ini :


Kedai Kopi Oka-Menikmati Secangkir Kopi Luwak Seharga 50 Ribu
Kenyang makan dan puas berfoto, kami melanjutkan perjalanan. Udara dingin membuat kami ingin mencari yang hangat-hangat, sehingga mobil pun kami arahkan menuju salah satu kedai Kopi Luwak, yaitu Kedai Kopi Oka.
Sampai di Kedai Kopi Oka, kami langsung di sambut salah seorang pegawainya dan ia pun menjelaskan berbagai jenis biji kopi yang ada disana, saya tidak begitu ingat ada berapa jenisnya namun yang dari penjelasannya setiap biji kopi memiliki manfaat yang baik untuk tubuh, anda juga bisa berfoto dengan gaya sedang memasak bijih kopi disini.

Setelah dijelaskan, kami langsung diantar kemeja yang kosong, dan disuguhkan sample dari produk-produk kopi yang ada disana, ada 12 macam kalau tidak salah, kebanyakan khasiatnya seperti menurunkan kolesterol, darah tinggi ada juga yang untuk diet, tapi yang saya pesan adalah Kopi Luwaknya yang seharga Rp 50.000,- secangkirnya.

Kalau berkunjung kesini, bagi anda yang bukan penikmat kopi tapi pengejar jumlah “Like” di media sosial, ada spot foto yang menarik kok disini, jadi tenang saja, kalau gak mau ngopi, anda bisa berfoto disini.


Tirta Empul-Tampaksiring
Selesai menenggak kopi luwak, kami melanjutkan perjalanan menuju Tirta Empul.
Didirikan tahun 962 di sekitaran sumber air pada masa Dinasti Warmadewa, anda dapat menjalani ritual penyucian diri di Tirta Empul atau sekedar mengambil airnya untuk cuci muka. Dibagi menjadi 3 bagian, Jaba Pura (bagian depan), Jaba Tengah (bagian tengah) dan Jeroan (bagian dalam), di Jaba Tengah terdapat dua buah kolam yang memiliki 30 pancoran. 30 pancoran tersebut dinamakan berurutan dari Pengelukatan, Pembersihan, Sudamala dan Pancuran Cetik. Ketika saya datang, kebetulan banyak yang sedang menjalani ritual penyucian diri di kolam tersebut.

Selain itu, dari Tirta Empul juga anda dapat melihat Istana Tampaksiring, namun sayangnya anda tidak dapat memasuki area Istana Tampaksiring tersebut.

Pusat Oleh-Oleh Krisna
Dari Tirta Empul, kami akhirnya mengakhiri perjalanan kami di hari ketiga di Bali dengan menuju Pusat Oleh-Oleh Krisna. Pusat oleh-oleh Krisna ini termasuk salah satu yang terbesar di Bali dan memiliki cukup banyak pilihan, mulai dari sekedar gantungan kunci, baju, sampai kepada oleh-oleh khas Bali yaitu Pie Susu dan Pia Legong, dan ketika kami datang, sangat banyak sekali turis-turis yang sedang berbelanja disana.

Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 1 jam disini, perut kami masing-masing rupanya minta diperhatikan, akhirnya sesudah membayar belanjaan kami, kami bergegas menuju tempat makan dan kemudian menuju hotel. Berakhir sudah perjalanan hari ketiga kami di Bali dan sembari menjatuhkan badan ke sofa empuk di kamar hotel, saya teringat akan udara dingin dan angin yang cukup kencang tadi di Kintamani, duh saya kembali khawatir, semoga ant*ngin yang ditenggak mama saya ampuh…
Aku mau banget ke Tirta Empul!!
Btw, fotonya apik-apik dik. Pakai kamera apa?
LikeLike
Ry, baru liat, haha ayok kesiniii, btw aku pake Fujifilm XA-3 ehhe
LikeLike
Whoaaa, sudah mirrorless dia 😀
LikeLike
masih pemula Ry hehe
LikeLike